Rabu, 09 September 2015

#Pagar Cerita: Antara Jawa Barat dan Jawa Timur

Antara Jawa Barat dan Jawa Timur
***

Kisah anak rantau, mungkin sudah biasa didengar oleh banyak orang. Bahkan cinta yang hadir karena perantauan, bukan juga hal yang terdengar aneh. Namun, diantara ribuan takdir yang sulit dipercaya, kali ini aku mengalaminya. Antara Bandung, Malang, Surabaya, dan Bojonegoro. Sejak itulah sebuah inisial selalu aku sebut dalam tulisanku. Kemudian, aku menuliskan lagi kisah dimana aku akan kembali ke Malang, tempat perantauanku. Bukan lagi hal yang spesial untukku, menikmati perjalanan dengan posisi 900 yang tak jarang membuatku sakit badan. Namun ada yang spesial saat ini. Bukan soal praktikum di semester 5 yang akan ku hadapi, tapi dengan apa yang akan aku jalani ke depan. Dengan berbagai kesibukan dan problema yang aku rasa akan semakin sulit. Namun, aku ucapkan terimakasih untuk “Si Penyemangat”, yang tak bosan mengingatkanku akan pentingnya sebuah senyuman dalam menghadapi kesulitan, juga dengan keterpaksaannya mendengarkan ocehanku yang kecepatannya melebihi kecepatan seorang announcer radio. Aku tak tahu apa yang kamu pikirkan ketika aku mulai bercerita, mungkin kamu merasa bosan. Tapi, aku yakin kamu sudah terbiasa dengan hal itu, karena kamu selalu memajang emot tersenyum atau berkata “Aku suka kamu yang bawel” setiap kali aku minta maaf atas kekhilafanku yang selalu dan tak bisa aku hindarkan.
Dunia masih berputar, ketika kerinduanku ini memuncak. Bahkan puncak yang paling lancip, masih bisa aku ukur dengan ketelitian 10-10. Lalu kita jelas sama-sama setuju dengan keadaan kita saat ini. Jarak itu membentang. Bukan lagi bagai samudera, tapi lebih dari itu. Kau masih memandangi langit Bojonegoro, dan aku memandangi langit Bandung. Akankah itu langit yang sama yang kita pandang? Mungkin ya, mungkin juga tidak. Tapi, yang pasti, saat kita saling meminta kebaikan, anginmu dan anginku selalu bertemu untuk menitipkan rindu, kemudian kembali ke kota masing-masing. Tapi, apakah ketika dunia itu berputar, rasa rindu kita akan selalu kita pupuk? Hingga saatnya nanti mata kita bertemu kembali? Terimakasih telah sabar menyimpan rindumu itu. Juga dengan rinduku ini, yang tak kalah subur dengan rindu yang kau miliki. Selanjutnya, Kita mungkin tahu, bahwa jarak, bukanlah satu-satunya hal yang harus kita khawatirkan. Tapi, dengan apa yang akan kita alami kedepannya. Dengan detik, dimana mungkin kita sedang saling menyakiti. Detik, dimana sebuah tangisan sedang pecah. Detik, dimana sebuah pesan begitu sangat dinantikan. Dan detik, dimana mungkin hubungan ini hampir berakhir, yang tentunya tidak pernah dan tidak akan kita harapkan. Belum lagi waktu yang akan membuat kita sedikit saling memikirkan. Karena kita tahu, kita sama-sama sibuk. Kamu dengan penelitianmu dan aku dengan praktikumku. Dengan itu, aku ingin kita mempersiapkan semuanya dari sekarang. Mencantumkan bahwa “Kesibukan bukan berarti 100% aku melupakanmu, tapi ini untuk masa depan kita. Demi memperbaiki kualitas diri.” Karena aku percaya, kita tidak akan benar-benar saling melupakan diantara padatnya kesibukan kita. Akan ada 1 detik, dimana suatu benda, satu nada, suatu isyarat, mengingatkanmu padaku. Begitupun denganku yang tak bisa keluar dari warna hijaumu.
Lalu, akankan kita percaya bahwa takdir itu akan kita miliki? Seperti yang kamu bilang, “Kita sebagai manusia hanya bisa berencana, nanti, Tuhan yang akan menentukan akan seperti apa”. Aku tahu kebijaksanaanmu itu, yang dapat membuat risau ini sedikit menepi. Juga tentang sebuah hal yang lebih penting kita pikirkan, ketimbang memikirkan emosi kita masing-masing. Biarkan saja mereka yang tak percaya dengan cinta kita, aku tetap mau percaya bahwa kau serius denganku. Kita sedang menentukan jalan menuju masa depan. Menciptakan berbagai suasana dengan harapan selalu membuat kita nyaman. Setelah kita berhasil mendekatkan dua hati yang sedang jatuh cinta, kita tahu bahwa waktu yang akan kita jalani menuju titik aman yang selanjutnya adalah beberapa tahun. Waktu yang bisa dibilang singkat, juga bisa dibilang lama. Lalu, kubiarkan semua seperti apa yang aku tulis, “Aku titipkan harapanku, doaku, usaha dan semangatku dalam lembar demi lembar takdir yang tertulis setiap harinya”. Berharap anginku dan anginmu bertemu, lalu menjadikan isyarat akan setiap peristiwa yang akan kita alami, untuk kemudian kita jadikan petunjuk dalam menjalani hidup.
Beberapa saat lagi, jarak yang jauh ini akan semakin mendekat. Langit yang kupandang sedang mendung, kini akan menurunkan hujan dan menghadirkan pelangi. Seperti hujan yang terjadi ketika awal perpisahan kita, lalu kebahagiaan saat kita berjumpa kembali, walau aku tahu saat itu kau sedang kedinginan karena jarak tempuh 3 jam yang membuatmu mengigil di dalam kereta. Aku ingin, kau hadirkan lagi karyamu, aku ingin melihatnya. Melihatmu tersenyum dan bangga pada dirimu atas apa yang kamu lakukan. Kemudian kita akan bertemu kembali dibawah langit yang benar-benar sama. Menghirup oksigen yang sama, juga berkedip disaat yang sama. Detik itu akan menjadi detik yang sangat membahagiakan untuk kita. Juga detik penghapus rasa jenuh kita. Selanjutnya, kita akan melakukan apa yang kita inginkan. Memandangi sampai bosan, atau hal yang paling ingin kita lakukan. Kau yang ingin menggigitku dan aku yang ingin mencakarmu. Detik yang sangat dinanti.
Angan demi angan akhirnya akan terealisasi. Akhirnya, kita berada dibawah menara Eiffel. Dan apakah kau tahu apa yang paling ingin aku dengar? Itulah yang katamu sebuah rahasia. Hembusan angin yang saling bertemu, mulai menerbangkan rasa lelah sepanjang perjalanan. Hembusan nafas yang semakin tak beraturan, juga detakan jantung yang saling berkerajan. Email itu memang tak salah jika ia ingin membuat kita bertemu. Jika pada akhirnya kita akan saling tersenyum seperti ini. Dan, teruskan lagi nada-nada indah yang kau lantunkan dalam doamu, semoga alam semesta mendengarnya.

Akhirnya, aku harus mengakhiri cerita yang entah apa jenisnya. Aku ingin mengatakannya ini sebuah cerita cinta. Cerita cinta yang tak mengharapkan jawaban, tapi dikirimkan satu arah, seperti lagunya Maliq n’ d’essential. Seperti angin yang berhembus satu arah kehadapanmu, kemudian menyampaikan padamu bahwa aku sedang memikirkanmu dan aku merindukanmu.
 

Kartini Nurhasanah Template by Ipietoon Cute Blog Design