Jumat, 26 Februari 2016

Yossi dan Jurnalis Nusantara

“Tak ada yang kebetulan kan? Begitupun aku percaya bahwa pertemuan ini akan menjadi kisah yang mengharukan untuk kita. Hanya kita.”
***
Mataku bertemu dengannya bukan untuk pertama kalinya. Ya, aku kenal suara sepatu itu. Matanya yang indah, senyumnya, bahkan suaranya, masih jelas diingatanku bahwa dia adalah Yossi, temanku di pesantren dulu. Pagi itu masih sepi karena jam buka kantor masih sekitar pukul 07:00. Di depan gerbang sudah berdiri seorang wanita—sebut saja dia akan melamar pekerjaan. Map putih di pangkuan, rok panjang menjuntai hingga paving blok, dan botol minum di samping kiri tasnya. Tunggu, rok? Belum lagi aku sadar bahwa  wanita itu mengenakan jilbab. Ini kejadian langka, jarang sekali ada wanita berjilbab yang melamar kerja di kantor ini: kantor Nusantara, tempat berkumpulnya para jurnalis dari Indonesia.
Dia membungkuk menyambut kedatanganku. Samar giginya yang putih terlihat. Mungkin ia sedang tersenyum. Aku masukkan tanganku mencari letak kaca mataku. “Hi, my names Yossi. Im looking for my brother, Reza.” Suaranya menyapa pendengaranku yang masih kaku. Lagi-lagi karena masih pagi. “Oh.. Hi! My names Robi. Please wait a moment.” Sambil berjalan menuju lobi, ia mengikutiku. “Have a sit.”
Aku undergraduate yang bekerja part time di kantor ini. Aku belajar banyak dari senior yang menurutku—sangat keren. Sebut saja, Mas Ferdi, Mas, Reza, Mbak Yus, dan masih banyak lagi. Aku berniat membuatkan tamu itu minuman. Tiba-tiba datang dari balik pintu dapur, Mas Ferdi. Dia datang dengan jas yang sangat tebal. Maklum, di sini: Jepang, lagi turun salju.
“Itu ada tamu ya, Rob? Aku kok kayak kenal ya?”
“Dia adiknya Mas Reza. Dia bilang sih gitu Mas.” Sambil mengaduk teh. “Aku ke depan dulu ya Mas.”
Aku berjalan memperlambat langkah. Aku terbayang akan itu. Senyum, matanya, langkahnya, dan suaranya. Namanya Yossi, adiknya Mas Reza. Astaga! Aku kenal dia. Yossi anak pesantren. Tapi, dia sedikit berubah. Dia sudah berani berbicara denganku. Maksudku dengan lawan jenis.
“Iya Mas. Yossi udah di lobi kantornya Mas. Baru ada dua orang deh kayaknya. Masih sepi. Kenapa Yossi nggak di suruh ke rumah Mas aja?” Hening beberapa saat. “Yaudah kalau gitu. Jangan lama-lama ya Mas.” Tatapnya langsung menangkapku yang berdiri di samping pintu masuk.
“Ah.. Im sorry. So, you can speak Indonesian?” Aku sedikit gugup dengan pandangannya.
“Yes, Why?” Senyumnya mengembang. “You also, right? So, mari kita berbahasa Indonesia saja.” Senyumnya mengembang. Lagi.
“Aku membuatkanmu minum di dalam. Jika tidak keberatan, kamu bisa masuk ke dalam. Di sana juga ada Mas Ferdi.” Jelasku.
“Oh.. Iya terimakasih ya. Maaf merepotkan”
“Sebelah sini..” Aku mempersilahkan.
Hari ini aku ditugaskan Mas Reza ke kediamannya Mr Hiroshi, owner Mirai Ocha yang lagi booming di kalangan pencinta teh di Jepang. Mas Reza sedang bercengkara dengan adiknya ketika aku hendak pamit berangkat menjalankan tugas. Berhubung hari ini tidak ada jadwal kuliah, aku hendak langsung menuju TKP. “Duduk dulu sebentar, Rob. Aku ingin memperkenalkanmu pada adikku.” Ucapnya sambil menebar senyum. Memang mas Reza ini sangat baik dan “amis budi”. Aku duduk tepat berhadapan dengan Mas Reza dan Yossi.
“Ini Yossi, adik bungsu Mas Reza. Dia sekarang kuliah di Tokyo University. Kalau tidak salah, Robi juga dulu pernah pesantren kan?”
“Iya Mas. Saya dulu pernah di Gontor.”
“Wah.. Jangan-jangan kalian sebenarnya sudah saling kenal.” Tatapnya mengintrogasi.
“Aku seperti kenal sih Mas. Kalau tidak salah, dulu pun ada murid bernama Robi yang daftar jadi jurnalis di sekolah.” Jelas Yossi.
“Dulu pun kalau tidak salah, Yossi yang menang lomba MTQ se-Jawa Timur kan ya?” Aku memastikan.
“Astaga.. Ternyata kita sudah lama saling kenal. Tapi Yossi agak pangling.” Senyumnya mengembang.
***
Aku tak menyangka pertemuan ini akan terjadi. Dulu aku sempat ingin berkenalan dengan Yossi. Banyak teman-temanku yang mengagumi Yossi. Bagaimana tidak? Yossi pintar mengaji, cantik. Jujur, motivasiku menjadi seorang jurnalis adalah agar suatu saat aku bisa mewawancarai Yossi. Namun keinginanku tak pernah menjadi nyata. Yossi pindah sekolah karena orang tuanya ada proyek di luar negeri.
Aku berjalan mengikuti jalur yang biasa aku lalui menuju kampus. Jepang seolah tak ada siang untuk musim dingin seperti ini. Sepatuku memutih. Tanganku terbalut sarung tangan tebal pemberian ibuku. Lagu Maboroshi memenuhi pendengaranku. Aku berjalan dengan tas laptop di pelukan. Jalanan masih sepi ketika itu. Aktivitas tak terlalu banyak dilakukan.
Aku mendapat pesan dari Mas Reza untuk menjemput Yossi di kampusnya. Katanya ia lupa jalan menuju kantor. “With pleasure Mr Reza.” Jawabku mengakhiri perbincanganku dengannya. Anak-anak seumuran Yossi banyak berhamburan memenuhi pintu gerbang. Aku melihat Yossi sedang berdiri sendirian di kafe di samping kampusnya. Senyumnya yang khas menyambut kedatanganku. Aku diajaknya duduk di sana untuk sekedar menunggu waktu shalat Dzuhur. Aku melihat bulu matanya yang lentik. Sama seperti terakhir kali aku bertemu dengannya di pesantren dulu.
“Jadi kamu ini benar-benar Robi yang jurnalis itu ya?” Suaranya memecah keheningan.
“Ah.. Iya. Kamu kenal saya?”
“Kenal. Kamu kan banyak menulis untuk media online kan? Aku suka membaca cerita darimu. Aku ingat tentang ‘Aisah dan sebuah buku diary’.” Sambil menatap layar ponselnnya. “Ini.” Layarnya menunjukkan situs web.
“Ternyata kamu adalah pemilik akun bernama Fitri? Aku baru tahu. Jadi kamu penggemar rahasiaku itu?”
“Bisa dibilang begitu.” Senyumnya masih terus mengembang.
Setelah beberapa hari ini, aku semakin akrab dengan Yossi. Bahkan Mas Reza tak jarang menyuruh Yossi menemaniku meliput berita. Terutama ketika kegiatannya dilakukan di sekitar kampusnya. “Jadi, kenpa sekarang kamu berubah? Maksudku, kenapa kamu jadi—mudah akrab?” Ucapku di suatu senja. “Aku mendapatkan keberanian itu setelah membaca motivasi-motivasi yang kau tuliskan di website milikmu.” Langkahku sejenak terhenti. Aku tak menyangka bahwa ia benar-benar membaca detail postingan di web pribadiku.
***
Bersambung

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kartini Nurhasanah Template by Ipietoon Cute Blog Design