Sabtu, 27 Februari 2016

Sekilas Obrolan tentang Kepribadian

Berawal dari sebuah grup chatt WA. Perbincangan kami kali itu mengenai parenting. Salah satu teman saya bernama Firdaus Habibi adalah salah satunya yang sedang mempelajari parenting. Kali itu saya sempat share kepada grup mengenai “Dunia Tanpa Ayah”. Sehingga perbincangan kami berlanjut mulai dari pentingnya peran orang tua dalam mendidik anak, sampai bahasan yang berawal dari curhatan salah satu member tentang “broken home”.
Sebut saja Aang. “Aku dari keluarga broken home. It’s depend by himself sih gimana dia bisa survivenya. Paling penting itu do your best aja lah. The first is Allah. Kalau orang tua aku sih fine-fine aja. Mereka nggak marah-marah kok ke aku. They’re know where is the right place and time. But it’s sometime we know lah when the war was begin hehehe. But, keep stronger aja.”
Kemudian, datanglah salah satu member grup yang sudah menempuh S1 Psikologi di Universitas Maranata. “Saya setuju dengan Mas Aang. Pribadi diri (kepribadian) ikut berkontribusi untuk menentukan kita dalam menilai serta menyikapi suatu masalah. Salah satu tokoh, kalau tidak salah namanya Albert Bandura menjelaskan bahwa tingkah laku merupakan hubungan interaksi antara indidu (trait dari kepribadian)+lingkungan. Lingkungan mengambil pengaruh saat kita nanti akan berprilaku seperti apa. Misalnya, pola asuh orang tua apakah yang mempengaruhi dan bagaimana anaknya berprilaku di masa depan. Kemudian contoh lainnya adalah pengaruh peer group (kumpulan teman sebaya) menentukan kita berprilaku seperti apa sehingga terjadi konformitas. Kita mengamati perilaku, mengobservasi, menginternalisasi, kemudian meniru. Itu adalah dinamika saat memodeling seseorang.
Lalu, tibalah giliran saya untuk berbagi sedikit cerita klasik. Tentunya bukan soal pacaran ya. Begini ceritanya.. Aku di kampus deket sama anak-anak yang super sekali. Kenapa super?
Dia anak orang kaya tapi sering galau dan nilai akademiknya kurang bagus.
Yang 2 orang ini berlatar belakang ekonomi yang biasa saja tetapi mereka berdua pintar.
Yang 2 itu adalah wanita. Yang 1 menyukai Justin Beiber dan yang 1 lagi fanatik sekali dengan lagu, drama, dan semua yang berbau dengan Korea.  Kebetulan aku satu kamar kostan dengan anak yang menyukai Korea itu. Dan aku? Aku termasuk yang mudah dipengaruhi. Aku jadi tipis-tipis suka nyayi lagu Korea. Berbalik dengan mereka. Tak ada satupun yang dapat aku pengaruhi untuk turut serta menyukai lagu yang aku suka seperti lagu Jepang, Pilipin, dll.
Menurut Susanti, “Karena peran individu mempengaruhi. Mbak Kartini mungkin menginternalisasi perilaku teman-temannya sehingga memodeling. Sementara teman-teman Mbak Kartini tidak menginternalisasi perilaku Mbak. Semua orang punya kemampuan memodeling hanya pada bagian-bagian tertentu saja dia ingin menginternalisasi dan ada yang tidak ingin. Jadi,  lebih dikembangkan lagi untuk memodeling hal-hal yang positif.”
(Aku pintar memodeling? Luar biasa) Pikirku ketika aku membaca tanggapan Susanti.
Lanjut perbincangan kami. Kini masalah grafologi. Sempat merasa aneh dengan penampakan tulisan yang tak jarang berubah-ubah. Apakah ini mencerminkan bahwa seseorang itu termasuk orang yang plin-plan?
“Sebenarnya, keadaan tulisan tangan itu adalah representatif keadaan kognitif dan afektif kita saat menulis yang dihantarkan oleh otak melalui saraf tangan dan tertuang dalam tulisan tangan. Saat kita marah dan senang pasti tulisan kita berbeda kan? Walau kenyataannya begitu, walau berubah-ubah, akan ada tanda-tanda yang menggambarkan kepribadian seseorang secara umum.” Tutur Susanti

Berikut saya tuliskan beberapa penjelasan para Psikolog yang ikut hadir dalam perbincangan di grup saat itu.
Tentang seseorang yang terlalu mendengar perkataan orang lain (bisa berarti terlalu menginternalisasi dan memodeling) itu bisa menjadikan ia sosok yang plin-plan. Krena itulah perlu lebih memilih dalam memodeling.
Jika tulisanmu menekan sehingga menimbulkan bekas dibagian belakang halaman kertas tersebut bisa berarti bahwa anda adalah seseorang yang memiliki perasaan mendalam, tegas, namun kadang emosional dan terburu-buru. Perasaan yang mendalam di sini dapat berarti kejadian sesuatu yang menurut anda berkesan atau sangat melekat di memori anda. Jadi, jika sedang merasa bahagia, anda akan sangat bahagia dan sampai memori perasaannya itu sangat melekat. Begitupun dengan persaan marah, kecewa dan lain sebagainya. Jika ada suatu hal yang membuat anda merasa sakit, maka anda bisa saja memaafkan. Namun belum tentu melupakan. Karena itu tadi. Melekat.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kartini Nurhasanah Template by Ipietoon Cute Blog Design